Iwanbanaran.com – Cakkkk….akhirnyaaaa, pengakuan dilemparkan Jorge Martin kenapa dia gagal meraih juara dunia menantang Francesco “Pecco” Bagnaia. Padahal pada Paruh kedua musim, terutama di hari Sabtu, seringkali didominasi oleh Jorge, yang merupakan raja sprint musim ini. Ya….tak terbantahkan cak. Dengan total sembilan kemenangan race pendek (dan 168 poin sprint dibandingkan Bagnaia 140)…Martin adalah terkencang. AKan tetapi Martin kemudian selalu hancur dibalapan Minggu dan ini membuatnya gagal. Sebenarnya apa yang terjadi ? ” Aku mengalami gangguan mental…” serunya. Wahhh….
Dari data musim ini Martin tercatat melakukan dua kesalahan serius dirace utama yakni di Mandalika (Martin crash saat memimpin), dan di Phillip Island yang anjlok di posisi kelima pada lap terakhir dengan ban belakang soft. Martin tersadar doi kehilangan gelar bukan hanya karena terjatuh di final musim di Valencia. Namun menurutnya kunci kekalahannya adalah Mandalika da Melihat ke belakang, ia juga menyebut balapan GP di Indonesia dan Australia sebagai poin penting…
“Itu adalah balapan yang bisa mengubah posisi awal….memimpin atau tertinggal 27 poin, itulah intinya. Menjadi pembalap terkencang membuatku terlalu percaya diri. Aku berkata pada diri sendiri…” Aku bisa unggul lima detik, aku bisa menang dengan ban berbeda, aku bisa melakukan apa pun yang aku inginkan…’ Tapi di sini kita berada di MotoGP dan itu tidak mungkin. Kalian harus sangat menyadari posisimu dan berusaha untuk selalu ingat bahwa kamu memiliki alat yang sama dengan rivalmu….
” Aku rasa Misano adalah momen ketika aku berpikir… ‘Aku yang terkuat saat ini.’ Menang di Misano, di kandang mereka, sungguh luar biasa. Itu adalah feeling terbaik yang pernah ada. Di India aku memenangkan sprint dan berada di posisi kedua dengan ban yang salah. Lalu di Jepang aku memenangkan kedua balapan dan saat itulah saya berkata… ‘Oke, kita bisa memenangkan kejuaraan dunia….
“ Namun kemudian tekanan itu datang. Aku tidak bisa lagi menikmati race lagi. Aku mengalami gangguan mental di Thailand dan Qatar. Ini pertama kalinya aku merasakan tekanan seperti ini. Mudah-mudahan aku bisa mengambil hikmahnya dan bisa menikmatinya tahun depan. Aku berjanji kepada timku bahwa suatu hari kami akan menjadi juara dunia. Itu belum terjadi, mungkin juga tidak akan terjadi tahun depan, tapi aku merasa bisa melakukannya…” tutup Martin…(iwb)