” Di sungai inilah IWB kecil sering mandi”

Iwanbanaran.com – Kangbro…wong urip ki banyak lelakon. Orang hidup ki banyak cerita mulai dari kecil hingga dewasa bahkan pada ujungnya menjadi tuwo. IWB yang ditempa dari kehidupan desa sangat bersyukur merasakan lelakon penuh warna sebelum pada akhirnya menetap di ibu kota. Namun sebagai darah wong ndeso, IWB nggak pernah bisa melupakan masa lalu yang ceria dan sulit dilupakan. Mungkin hanya “angon bebek dan kebo” yang belum pernah IWB jalani sebagai anak desa. Namun semua sudah cak…wis ngelonthok tenan. Seperti mandi disungai contohnya. Dan disungai inilah?IWB kecil sering mandi. Hhmm…asli jadi melankolis ki pakde….

Sekitar tahun 1984…IWB kecil dibawa orang tua ke desa Banaran Kec Kauman Tulungagung. Dari sebelumnya di Tamanan Tulungagung yang notabene termasuk “kutho” ..tiba-tiba digelandang ke desa yang gelap. Alasannya satu…agar IWB nggak terpengaruh pergaulan perkotaan. Entah kenapa bagi orang tua jaman dulu, kota terasa menakutkan. Saat itu IWB masih ingat, desa Banaran belum ada listrik. Jadi penduduk hanya mengandalkan diesel yang aktif hanya sampai jam 7 malam. Selebihnya? pakai “ublik” pakde. Ublik adalah sebutan buat lampu tempel. Alat penerangan mengandalkan minyak tanah dengan kaca semprong diatasnya. Seneng?

Blas babar pisan. IWB takut puol sebab desa rasane angker bener. Lha piye..kiri kanan jalanan desa banyak diselimuti bambu tinggi menjulang. Saking tingginya seringkali sulit untuk melihat cerahnya langit. Wisss sampeyan bayangin wae saat dimalam hari. Tidak heran cerita tentang genderuwo menjadi santapan sehari-hari. Makanya pertama kali menginjakkan kaki di Banaran pada tahun itu, rasanya pengen kabur. Untunglah rasa takut itu berangsur-angsur hilang seiring perjalanan waktu. IWB kecil menikmati tenan segala aktifitas sebagai anak desa….

iklan iwb

” Dirumah Joglo almarhum kakek nenek inilah IWB dibesarkan. Sekarang kosong mau roboh tak berpenghuni…..sedih cak…”

Mancing belut, cari kodok, mandi disungai hingga jaga sawah. Dulu saat musim panen…IWB kecil membantu kakek nenek jaga sawah dari serbuan burung yang jumlahnya ribuan. Ediann yang namanya pasukan burung pakde….kalau terbang bareng udah kayak angin topan. Kita mencegah burung-burung tersebut datang dengan berbagai cara. Sampeyan bayangin dengan jumlahnya yang jabang bajul masif…nemplok di padi iso habis nggak tersisa alias kopong. Boneka dan kaleng yang diikat dengan tali untuk menakut-nakuti hingga “plencung” yang digunakan untuk membidik burung wajib hukumnya. Plencung adalah sejenis alat seperti stick bambu yang pada ujungnya dikasih tanah liat dikepelin sebagai peluru. Asli cak…semua teringat dimata….masa yang begitu indah tak terlupakan….

” Di sungai inilah IWB kecil sering mandi”

Ketika sudah lelah, biasanya IWB seringkali langsung nyemplung disungai dekat sawah. Kebetulan pas mudik kemarin IWB nyamperin sungai tersebut. Sungai yang pada tahun 1980an menjadi langganan IWB kecil. Namanya “kali dodol” (artinya sungai jualan). Sayang…sungat tersebut sudah banyak berubah. Ukurannya entah kenapa jadi kecil dan menyusut banyak. Yang sedih, IWB tidak lagi menemukan air terjun kecil yang kalau dijawa disebut “kedung” . Ilang cak….musnah entah kemana. Padahal dulu saat IWB masih kecil…kedung tersebut cukup dalam sekitar 2-3 meter. Asyik tenan buat nyelem dan bersenda gurau dengan teman-teman sebaya. Sekarang? paling sedengkul dan maksimal sepaha kedalaman air. Oalahhhh…sayang tenan…

Last….banggalah jadi wong ndeso karena hidup sampeyan lebih berwarna. IWB sendiri kadang sering sedih kalau melihat buah hati IWB. Dibesarkan dilingkungan metropolitan yang kaku, mereka tidak pernah merasakan kehangatan alam dan betapa indahnya ketika kita bercengkrama dengannnya. Sekarang, mereka tumbuh dijejalin gadget yang jelas jauh berbeda dengan anak jaman dulu. Aktifitas fisik seperti “enthik”, gobak sodor, dolanan kereweng dan masih banyak lainnya membuat badan kita dulu selalu ideal. Anak sekarang? wis mangane ora sehat karena seneng junk food, badan juga nggak mau gerak dan lebih senang rebahan main game dll. Nggak heran kecil-kecil pada obesitas cak. Piye dengan sampeyan pakde…apakah ada yang rindu dengan kampung halaman ?? sing jelas bagi IWB ” ndeso” ki selalu ngagenin. Saran IWB jangan pernah melupakan kampung halaman karena dari sanalah kita ditempa hingga bisa seperti sekarang… (iwb)

” Jalur IWB belajar motor nunggang Kawasaki Binter Joy lansiran 1980. Dulu belum aspal cak…masih tanah liat dan batu..”

115 COMMENTS

  1. tapi sayang blog ini tidak seperti desa banaran yg kliatan adem dan tenang. disini rusuh dan penuh permusuhan… terutama ngepbeha yg sporadis ngebully produk pabrikan lain…

    ck ck ck

  2. pemandangane apik tenan cak….
    meh podo karo aku cak, cuman aku durung sukses koyo njenengan….
    walau Bago luweh kutho yo Cak hehehe….

  3. saya kecil seperti pemilik blog ini, sama anak kampuang
    Kini sudah manjadi orang kota, lha tinggal di Bekasi depat Jakarta lha piye ga orang kota.
    Rumah di kota, dolanane yo koyo dolanane wong kuto, montor, mobil, gedget, nyang sirkuit (Sentul Bogor), nyang Stadion nonton bal-balan (GBK atau sing sering Stadion Patriot Bekasi sing deket rumah), Mall nganti waleh ndelok mall wing sebelah omahku Mall…wis pokok’e kuto lah.
    Tapi nek nyang ndeso kok NDESO itu punya aura istimewa yang kadang tak ada di perkotaan.
    Indah, sejuk, nyaman, ayem, tentrem…., makanya ane sering Pulkam (di Lampung) atau kadang ke kampungnya kakek/nenek di Madiun/Magetan/Ngawi
    Alam desa memang penuh dengan keindahan alami

  4. Owalah cungg plencung
    Ak mbiyen yo tau dolanan iku cak
    Wakakaka, nek lempunge nyemek nyemek iso kelet neng bathuk. Soale plencunge disalah gunakan. Ota gae ngedeni manuk tapi gae perang perangan. Hehehehe

  5. Desamu deket desaku kang, desaku di bolorejo sama di panggung rejo. Salam anak TulungAgung ?

Comments are closed.